Hyundai Motorstudio Senayan Park
Polusi karbon bisa merubah komposisi kimia pada air dan mengurangi kemampuan menyerap CO2, meningkatkan keasaman, dan membahayakan berbagai ekosistem yang ada di perairan.
Secara khusus, laut menjadi yang paling terdampak karena 30% karbon dunia diserap sejak era industri dimulai. Bahkan untuk dekade terakhir, aktivitas manusia menghasilkan 40 gigaton karbon dari hasil pembakaran bahan bakar fosil.
Efek dari emisi karbon pada daerah perairan tak hanya menimpa laut, bahkan sumber air domestik. Dampak paling utama untuk daerah perairan yaitu mengganggu siklus air yang jadi kebutuhan dasar makhluk hidup.
Karena kehidupan sangat bergantung pada ekologi air, sangat penting untuk memahami dampak emisi karbon yang saat ini sedang berlangsung dalam kaitannya dengan persediaan air minum, sanitasi, dan produksi energi.
Emisi karbon memicu ledakan alga di sejumlah perairan, bahkan pada daerah perairan yang sebelumnya tak pernah mengalami.
Perubahan iklim karena emisi karbon menghangatkan perairan sehingga memicu ledakan alga yang membahayakan habitat air. Ledakan alga tak hanya merusak air laut, tapi juga mencemari sungai dan danau di seluruh dunia.
Fenomena alam ini sebenarnya terjadi karena polusi karbon pada perairan yang justru menjadi bahan bakar bagi alga untuk berkembang dengan jumlah masif dalam air.
Alga sangat berbahaya untuk habitat air karena memproduksi toksin yang akhirnya memberi dampak secara ekonomi. Misalnya produksi air minum menjadi terbatas, merusak destinasi wisata, mematikan pencaharian nelayan, dan mengurangi kuantitas panen produk dari air.
Sebagai gambaran, gletser yang dimaksud bukan yang ada di kutub utara atau selatan, melainkan bongkahan es di puncak gunung yang kemudian meresap ke dalamnya.
Gunung tak ubahnya seperti sumber air segar yang mengairi berbagai aliran sungai. Secara keseluruhan, gunung menyuplai lebih dari 50% air segar untuk dunia. Normalnya, gletser mencair pelan dan gunung akan menyimpan air sehingga bumi masih punya cadangan air melimpah.
Tapi emisi karbon membuat gletser terlalu cepat mencair sehingga pasokan air menjadi bermasalah. Gunung tak mampu menyimpan limpahan air dalam jumlah banyak karena kapasitas penyimpanan tak mencukupi.
Karena gunung tak mampu menyimpan air, level kelembaban tanah menurun dan lambat laun akan kehilangan fungsinya sebagai sumber air bersih.
Semisal gletser mencair, tak ada cara untuk mengembalikannya sehingga wilayah yang dulunya bergantung pada gletser sebagai sumber air akan menjadi kekeringan.
Sudah banyak studi antara keterkaitan curah hujan ekstrim dan emisi karbon yang menyimpulkan bahwa perubahan iklim membuat hujan deras semakin intens, juga memicu badai dan banjir bandang di sejumlah area.
Kondisi hujan ekstrim dapat memicu berbagai dampak negatif seperti menghilangkan nyawa, merusak infrastruktur, dan menghancurkan ekonomi. Kerugian ekonomi terbesar nomor empat yang diderita Amerika bahkan berasal dari bencana alam, khususnya terkait cuaca ekstrim.
Badai tropis, kekeringan, badai siklon, dan banjir bandang termasuk beberapa bencana yang dipicu oleh curah hujan ekstrim, yang merupakan efek dari emisi karbon.
Emisi karbon mampu membuat daerah perairan menjadi kering dan tandus. Banjir dan kekeringan sebenarnya fenomena alam yang terjadi secara alami, tapi emisi karbon merusak siklusnya.
Kenaikan suhu memicu rasio penguapan air dan transpirasi tumbuhan meningkat drastis, yang selanjutnya membuat air dan tumbuhan menghilang.
Suhu tinggi pada daerah perairan dikombinasi dengan curah hujan rendah akan mengurangi ketinggian permukaan air. Hanya perlu beberapa tahun sebelum perairan tersebut berubah menjadi lahan tandus.
Situasi seperti ini sudah terjadi di berbagai perairan seperti sungai, danau, dan rawa.
Emisi karbon merusak siklus air dan penyerapannya. Dampak negatif paling terasa yaitu kekeringan yang sangat intens di beberapa wilayah yang dulunya dianggap sebagai lahan basah.
Dengan suhu rata-rata yang lebih tinggi saat ini dan udara yang lebih hangat dari sebelumnya, musim kemarau akan menjadi lebih panjang. Di sisi sebaliknya, musim penghujan menjadi lebih singkat namun sangat deras hingga sering memicu banjir.
Situasi seperti ini sudah terjadi selama satu dekade terakhir, dan akan menjadi lebih parah lagi di beberapa dekade selanjutnya.
Selain kualitas udara menurun, dampak terbesar emisi karbon yaitu menurunkan tingkat ketersediaan air segar. Selain mengganggu siklus penyimpanan air, emisi karbon juga bertanggungjawab atas persediaan air dunia.
Karena air merupakan kebutuhan dasar, dampaknya akan menyentuh semua segmen. Suplai air rumah tangga jelas terganggu, begitu juga industri yang melibatkan pemakaian air dalam jumlah banyak.
Pembangunan bendungan air atau danau buatan hanya membantu suplai air dalam jangka pendek, tapi tak berdampak signifikan untuk jangka panjang.
Bagaimanapun juga, gas rumah kaca harus segera dikurangi untuk mencegah perburukan perubahan iklim dan melindungi sumber air yang terancam hilang.
Mengatasi gas rumah kaca sangat terkait dengan apa dan bagaimana energi dikelola dan digunakan. Secara umum, sektor energi merupakan penyumbang utama munculnya gas rumah kaca, yaitu 72%.
Selain sektor energi, makanan seperti daging dan susu juga berkontribusi besar pada emisi karbon. Jika ditotal untuk seluruh dunia, daging dan susu memproduksi 14,5% emisi karbon dunia.
Seperti yang sudah disebut, emisi karbon memicu beragam dampak negatif pada kehidupan. Jadi, selektif dalam mengkonsumsi makanan berarti mengurangi emisi karbon. Untuk sektor individu, inilah langkah paling sederhana yang bisa dilakukan sebagai upaya menjaga lingkungan.