.
Hyundai Motorstudio Senayan Park
Ramah lingkungan menjadi strategi bisnis yang paling menjanjikan jika melihat kondisi bumi saat ini. Strategi ini tak hanya membuka segmen baru bagi bisnis, tapi juga memberi sentimen positif terhadap perusahaan dibanding kompetitornya.
Ini didukung laporan Nielsen yang menyatakan kalau 66% konsumen saat ini bersedia membayar lebih untuk membeli produk yang mempunyai label ramah lingkungan.
Sayangnya, muncul laporan yang mengatakan bahwa 98% produk ramah lingkungan merupakan greenwashing. Dengan statistik yang demikian tinggi, apa itu sebenarnya greenwashing dan kenapa konsumen harus paham ini?
Greenwashing merupakan praktik pemasaran suatu produk atau jasa agar terlihat lebih ramah lingkungan padahal sebenarnya masih mencemari lingkungan.
Sederhananya, greenwashing didesain agar membuat konsumen percaya bahwa perusahaan ikut andil dalam menjaga lingkungan.
Dari definisi tersebut, bisa dipastikan kalau aktivitas greenwashing termasuk menyesatkan, bahkan cenderung berbohong, karena perusahaan sebenarnya tak melakukan upaya apapun untuk menjaga lingkungan, bahkan mungkin berperilaku sebaliknya.
Karena meningkatnya praktik greenwashing akhir-akhir ini, konsumen sekarang menjadi lebih skeptis pada produk ramah lingkungan sehingga malas membeli produk sustainable.
Sayangnya, sikap skeptis berdampak pada perusahaan yang benar-benar menerapkan praktik ramah lingkungan untuk semua produk dan jasa yang ditawarkan.
Sangat mungkin produk greenwashing tak memberi manfaat apapun kepada alam, bahkan tak menutup kemungkinan produk tersebut menjadi polutan yang merusak alam.
Greenwashing pada dasarnya merupakan teknik marketing berbahaya dan menyesatkan, sementara bisnis yang menerapkan metode ini harusnya bertanggungjawab.
Pada praktiknya, perusahan menerapkan strategi greenwashing sesuai dengan jenis produk dan jasa yang ditawarkan. Paling tidak, ada beberapa ciri-ciri greenwashing yang bisa dilihat langsung.
Ciri greenwashing ini biasanya diterapkan lewat penggunaan visual yang berkonsep alam seperti gambar pemandangan, hewan, daun, atau warna hijau pada produknya. Gambar seperti ini sering diasosiasikan dengan pesan dari alam yang dominan dengan nuansa hijau.
Tampilan tersebut jelas membuat konsumen percaya kalau produk tersebut ramah lingkungan, padahal ini tak lebih dari trik pemasaran.
Contoh: banyak iklan mobil yang dilatari dengan lanskap hijau alami yang memanjakan mata tapi dasbor terbuat dari plastik PET sementara bahan bakar yang digunakan masih memicu polusi.
Greenwashing jelas menyesatkan, berbohong, bahkan menipu. Ini merupakan trik iklan yang sama sekali tak mengandung pesan yang benar. Contohnya saat produk dilabeli dengan 100% daur ulang, organik, dan bersertifikat ramah lingkungan, padahal tidak!
Perusahaan bahkan membuat semacam sertifikasi sendiri guna melancarkan aksinya.
Contoh: salah satu pabrik kertas asal Jepang bernama Oji Paper Company mengklaim menggunakan 50% kertas daur ulang pada produknya padahal tidak sama sekali.
Yang juga menjadi ciri greenwashing yaitu memberi klaim tak relevan terhadap produknya. Misalnya pada produk sedotan plastik yang bisa dipakai berulang kali. Klaim ini jelas tak relevan karena produk plastik tidak dikategorikan sehat dan ramah lingkungan.
Perusahaan ingin mendapat sentimen positif dengan menghadirkan produk yang bebas bahan kimia berbahaya, meski senyawa yang digunakan tetap menghadirkan bahaya.
Bahan kimia bukan merupakan satu-satunya, tapi mencakup berbagai aspek berbeda. Bisa jadi klaim tes hewan percobaan, klaim bahan baku, klaim kemasan, atau bahkan pada proses produksinya.
Klaim tersebut memang terlihat bagus saat dipajang di kemasan produk, tapi ini tak berguna karena tiap produk bisa memberi klaim yang sama persis.
Contoh: CFC sudah dilarang beredar karena karena berbahaya bagi ozon. Jadi semua produk yang mengklaim ‘CFC free’ adalah greenwashing.
Termasuk jenis trik greenwashing yang banyak diadopsi, red herring terjadi saat perusahaan membuat produk ramah lingkungan padahal apa yang dilakukan sebenarnya merusak lingkungan.
Produk yang dihasilkan mungkin ramah lingkungan, bahkan bisa dipakai ulang kali dan dapat terurai. Hanya saja, proses pembuatan produk ternyata merusak dan mencemari lingkungan.
Trik lain, produk mungkin tak ramah lingkungan sama sekali tapi kemasan yang dipakai bisa didaur ulang. Perusahaan lalu fokus pada aspek yang menjadi poin ramah lingkungan dari produk tersebut lalu mencoba mengkapitalisasi untuk mendapat sentimen positif dari konsumen.
Contoh: rokok organik yang dibungkus kemasan daur ulang tetap saja menghadirkan bahaya untuk lingkungan dan kesehatan.
Ini merupakan teknik greenwashing agar produk terlihat bagus di mata konsumen dengan menyelipkan istilah sustainable, tapi diksi yang dipilih rancu dan tak punya pesan jelas. Klaim ramah lingkungan ini tak bisa dibuktikan dalam bentuk apapun.
Trik paling umum yaitu menambah istilah eco-friendly pada tiap produknya. Ini jelas rancu mengingat ada banyak faktor yang terlibat dalam proses pembuatan produk ramah lingkungan.
Label ramah lingkungan tak bisa diverifikasi dan perusahaan tak bisa membuktikan saat diminta. Mereka mencoba menutup sebisa mungkin atau mengulur waktu agar tak harus membuktikan.
Jadi, lain kali saat mendapati produk diberi label eco-friendly, cari tahu bagian mana dari produk tersebut yang memenuhi prinsip ramah lingkungan.
Contoh: jangan langsung percaya pada semua produk yang dilabeli tulisan sustainable, biodegradable, non-toxic, dan eco-friendly. Starbuck mengklaim tutup gelasnya bisa didaur ulang, meski tidak!
Penerapan teknik greenwashing ini cukup sederhana, memajang satu produk ramah lingkungan untuk menarik atensi konsumen. Setelah umpan ini termakan, konsumen lalu disajikan semua lini produk yang sama sekali tak ramah lingkungan.
Biasanya, produk ramah lingkungan yang ditampilkan dibanderol mahal agar konsumen membeli produk lain yang tak ramah lingkungan.
Contoh: perusahaan pembuat tisu toilet menjual satu produk tisu ramah lingkungan dengan harga tinggi sehingga membuatnya terlihat premium sehingga konsumen memilih tisu biasa yang sebenarnya merusak lingkungan.