Hyundai Motorstudio Senayan Park
Sementara popok dianggap sebagai solusi terbaik yang memudahkan orangtua dalam mengurus anak, tapi popok sekali pakai juga membawa dampak buruk terhadap lingkungan.
Mayoritas orangtua tak berpikir dua kali untuk membeli popok karena kemudahan yang ditawarkan, tapi sebenarnya ada alasan penting kenapa harus dipikirkan, termasuk potensi munculnya risiko kesehatan keluarga dan lingkungan.
Sebagai gambaran, 21% sampah di laut berupa popok sekali pakai. Jelas ini menjadi kabar buruk untuk ekosistem air secara keseluruhan, termasuk satwa air yang ada di dalamnya. Tapi, bagaimana cara menangani sampah popok yang menumpuk?
Yang cukup disayangkan, masih banyak orangtua yang belum paham pentingnya membuang ‘isi’ popok sebelum membuangnya. Kemasan popok sebenarnya sudah menyertakan anjuran ini, sayangnya terlalu kecil untuk dibaca sehingga terlalu mudah untuk diabaikan.
Alasan utama kenapa harus membuang isi popok ke toilet tak lain yaitu atas dasar kesehatan. Sangat mungkin jika popok dibuang langsung ke pembuangan akhir, bakteri dari isi popok dapat mencemari sumber air sekitarnya.
Terlebih lagi, ada berbagai virus yang muncul dari kotoran manusia, jadi sangat penting agar tak membuang popok langsung tanpa dibersihkan.
Sejumlah virus yang mungkin ditemukan pada kotoran manusia termasuk folio, hepatitis, E. coli, salmonella, rotavirus, norovirus, sapovirus, enterovirus, astrovirus, dan adenovirus.
Membuang sampah popok secara langsung juga bertentangan dengan anjuran Badan Kesehatan Dunia, WHO. Memang tak sampai melanggar hukum, tapi efeknya cukup buruk untuk kesehatan keluarga dan lingkungan.
Popok sekali pakai, sebagus apapun desainnya, akan berimbas buruk terhadap lingkungan. Mayoritas popok saat ini diproduksi memakai material plastik yang diambil dari minyak bumi dan butuh waktu lama agar terurai. Jadi, apa solusinya?
Popok berbahan baku tumbuhan saat ini sudah mulai banyak diproduksi, dan ini tentu menjadi kabar baik untuk lingkungan. Tumbuhan yang dijadikan bahan baku popok, seperti bambu dan kayu, menawarkan kualitas yang sama persis dengan bahan sintetis.
Keunggulannya, popok dari tumbuhan dampaknya lebih ramah terhadap alam dan bersifat organik. Tak seperti plastik sintetis, material pohon termasuk energi yang terbarukan.
Logikanya, lebih banyak memakai popok berbahan organik, lebih sedikit popok plastik yang berakhir di tempat pembuangan sampah.
Misalnya saja, popok yang terbuat dari bambu sudah cukup bisa diandalkan dalam aspek kelembutan dan daya serap. Lebih jauh lagi, memilih popok dari bambu berarti selangkah lebih maju dalam menjaga lingkungan.
Tak seperti popok berbahan plastik, popok biodegradable dapat terurai seiring waktu, kadang hanya dalam beberapa bulan. Jelas popok plastik lebih merusak lingkungan dan ekosistem di sekitar sampah popok.
Gambaran umumnya, popok plastik mampu bertahan sampai 500 tahun atau lebih sembari tetap melepaskan senyawa kimia beracun ke tanah dan air. Jauh lebih baik jika memiliki popok biodegradable.
Meski sama-sama membantu menjaga lingkungan, popok berbahan dasar pohon dan popok biodegradable tidak sama. Singkatnya, tak semua popok dari pohon merupakan popok biodegradable, tapi semua popok biodegradable memakai bahan dasar tumbuhan, terutama bambu.
Meski mayoritas popok ramah lingkungan berharga lebih mahal, tapi tak selalu demikian. Beberapa produk cukup ramah di kantong. Kabar baik lainnya, kemasan yang digunakan juga ramah lingkungan.
Tak banyak yang bisa dilakukan terhadap sampah popok, terutama dalam aspek pemanfaatannya. Karena termasuk limbah, sampah popok kadang dimanfaatkan sebagai media tanam, pupuk, dan di-recycling dengan beberapa catatan.
Bagian terpenting dari popok yaitu hydrogel, yang merupakan butiran kecil yang bertugas menyerap air. Karena memiliki kandungan air, hydrogel bisa dimanfaatkan sebagai media tanam.
Hydrogel bisa berperan sebagai sumber air yang diperlukan tanaman agar tumbuh karena kemampuannya dalam menahan air. Karena persediaan air sudah tercukupi lewat hydrogel, pengairan tak perlu dilakukan lagi.
Sampah popok bisa dimanfaatkan sebagai media tanam secara mandiri atau dicampur bersamaan dengan media tanam lain.
Sebenarnya tidak murni dijadikan kompos karena memang pada dasarnya sampah popok bukan bahan organik. Lebih tepatnya, sebagai bahan campuran pupuk kompos.
Terlebih untuk popok yang terlihat sangat kotor, jenis ini sangat mungkin dijadikan campuran kompos. Saat dijadikan campuran kompos, pemanfaatan sampah popok tak harus dibersihkan lebih dulu.
Selain sebagai campuran pupuk kompos, biogasifikasi juga bisa dijadikan alternatif untuk mengolah sampah popok. Proses biogasifikasi pada dasarnya bertujuan mengurai material yang tak bisa terurai menjadi karbon, air, kompos, atau bahan seperti tanah.
Sampah popok cocok dijadikan sebagai bahan utama biogasifikasi, tapi proses ini tak bisa dijalankan pada skala rumahan.
Solusi terbaik jika tak ingin ada tumpukan sampah popok di rumah yaitu dengan menyalurkan ke komunitas. Sudah ada banyak komunitas yang berfokus pada pengolahan sampah popok, dan ini bisa ditemukan di internet.
Tugas selanjutnya yaitu menemukan satu yang paling dekat dengan tempat tinggal, lalu perhatikan syaratnya, kemudian serah-terimakan sampah popok.
Tak mudah untuk memanfaatkan kembali sampah popok, meski recycling tetap bisa diupayakan. Persoalannya, recycling sampah popok tak bisa dilakukan secara mandiri dengan skala rumahan.
Sangat memungkinkan untuk mengambil bagian tertentu dan menggunakan kembali beberapa komponen yang ada pada sampah popok.