Hyundai Motorstudio Senayan Park
Pada awal 2019 pemerintah Indonesia menyatakan bawah target industri perikanan dalam negeri statusnya menjadi berkelanjutan. Dengan 7 juta ton lebih hasil perikanan tangkap tiap tahunnya, Indonesia menjadi negara dengan penduduk yang sebagian pekerjaannya sebagai nelayan terbesar kedua di dunia setelah Cina.
Dari sebagian besar produk perikanan ini ditangkap dimanfaatkan untuk domestik. Perkiraan penduduk Indonesia konsumsi ikan dan makanan laut lebih dari 3 kali lipat dibanding rata-rata konsumsi di dunia.
Tentu saja semuanya memiliki konsekuensi, menurut Kementerian Kelautan dan Perikanan, sebesar 90% kapal nelayan yang menangkap ikan di wilayah perairan yang telah terjadi penangkapan yang berlebih atau dikenal dengan overfishing.
Perairan Indonesia merupakan rumah untuk 37% spesies laut dunia, sayangnya banyak di antaranya terancam habis dikarenakan kegiatan penangkapan ikan. Contohnya udang yang ditangkap secara berlebihan pada lebih dari 2/3 perairan Indonesia, sehingga populasinya semakin langka. Kuota ini telah melampaui batas pada sejumlah wilayah tangkapan yang ada di Indonesia.
Subsidi pada sektor perikanan Indonesia, misalnya pengurangan pajak dengan harga bahan bakar lebih rendah, dinilai berkontribusi terus dalam meningkatnya jumlah tangkapan selama beberapa tahun belakangan ini.
Para ilmuwan sudah mengkritik jika subsidi ini tak tepat sasaran dan bisa memicu penangkapan ikan yang berlebih, kerusakan wilayah laut, ataupun hilangnya keanekaragaman hayati.
Hal ini bisa terjadi saat penangkapan ikan terus dilakukan tanpa Adanya perhatian pada level keberlanjutan atau saat subsidi ini mendorong praktik penangkapan ikan berbahaya.
Menurut studi pada University of British Columbia di Kanada, lebih dari 60% subsidi global yang ada di sektor industri perikanan berpotensi berbahaya untuk lautan.
Saat ini, jumlah subsidi perikanan berkelanjutan di Indonesia relatif lebih banyak dibandingkan dengan negara berkembang lainnya. Walaupun hampir 95% kapal beroperasi pada perairan Indonesia merupakan kapal skala kecil.
Namun, para ahli menjelaskan jika yang mendapat manfaat dari subsidi perikanan berkelanjutan ini sebagian besar justru merupakan armada penangkapan ikan dari industry yang skalanya besar.
Subsidi perikanan berkelanjutan yang tepat sasaran dan bermanfaat dinilai bisa membantu menjaga keanekaragaman hayati sekaligus melindungi ekosistem. Di Indonesia, sekitar 1/3 dari subsidi perikanan berkelanjutan sejauh ini sudah digunakan dengan tujuan lebih berkelanjutan.
Sebagian dana perikanan berkelanjutan ini dimanfaatkan untuk promosi kawasan laut yang dilindungi demi melindungi ekosistem yang terancam akibat dari eksploitasi manusia.
Contoh subsidi perikanan berkelanjutan ini bisa dilihat pada Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat.
Di sana, beberapa kawasan sudah ditetapkan sebagai kawasan lindung laut di tahun 2004, yang saat ini luasnya sudah mencapai 4,6 juta hektare dan dinilai menjadi kawasan lindung dengan keanekaragaman hayati terbanyak di dunia.
Raja Ampat merupakan tempat untuk lebih dari 1600 spesies ikan dan ribuan karang. Jumlah ikan yang berlimpah ini akhirnya menarik perhatian banyak turis. Namun, juga beberapa pemburu liar yang mengakibatkan kerusakan sebab mereka memancing dengan dinamit.
Tapi, tak semua tempat dapat ditetapkan menjadi kawasan lindung laut. Apalagi, dengan sebagian besar industri yang bergantung pada dana subsidi perikanan berkelanjutan, terdapat risiko keruntuhan ekonomi jika subsidi perikanan berkelanjutan dihapus begitu saja.
Perkiraan ada sekitar 7 juta orang yang bekerja di industri perikanan Indonesia. Apabila pemerintah tiba-tiba menghentikan semua subsidi yang dinilai akan merugikan lingkungan, nelayan kecil inilah akan menderita.
Maka dari itu pemerintah perlu merencanakan langkah awal ini dengan hati-hati dengan secara bertahap mengubah alokasi dana ke yang lebih ramah lingkungan dengan terus memastikan kelangsungan dari industry ekonomi.
Segala langkah dalam mengganti arah subsidi perikanan menjadi berkelanjutan memang tidaklah mudah dilakukan.
Sejak 2014, pemerintah Indonesia sudah menggunakan metode radikal pada kapal ilegal, dengan menenggelamkan lebih dari 300 kapal asing dan domestik dalam kurun waktu empat tahun.
Menurut kajian kementerian dan peneliti Amerika dan Indonesia dari berbagai universitas, jumlah kapal asing yang menangkap ikan ini berkurang seperempatnya, tapi giliran nelayan lokal yang lebih aktif.
Pada saat itu, para peneliti memantau adanya pemulihan stok ikan secara keseluruhan, namun peningkatan stok ini telah mendorong lebih banyak nelayan lokal melakukan penangkapan ikan.
Masalah terpenting lainnya yang harus dihadapi Indonesia yakni kurangnya data yang dapat diandalkan dalam memantau kepatuhan pada peraturan sehingga bisa membuat keputusan yang melindungi laut.
Dengan luasnya kepulauan Indonesia ada sekitar 17.500 pulau dengan lebih dari 1/2 juta kapal penangkap ikan inilah yang membuat rumit dan susah dalam upaya pemantauan. Sebagian besar kapal ini tak mempunyai perangkat elektronik dalam memfasilitasi pelacakan.
Dalam permasalahan ini, beberapa proyek percontohan bisa dijadikan solusi. Contohnya dengan FishFace, yang secara otomatis akan merekam tangkapan lengkap dengan spesiesnya menggunakan kamera yang terhubung di kapal.
Teknologi inilah yang bisa memungkinkan pemantauan jarak jauh secara real time atau langsung. Perkembangan ini akan mengembalikan optimisme para pengamat dalam memastikan pada perlindungan laut.
Nah, itu tadi beberapa penjelasanan mengenai target dan program perikanan berkelanjutan yang ada di Indonesia. Semoga langkah yang diambil oleh pemerintah dalam program perikanan berkelanjutan ini berjalan dengan baik.
Sehingga, keanekaragaman hayati dan ekosistem yang ada di seluruh lautan Indonesia terjaga dan berlaku adil pada kegiatan penangkapan ikan yang berlebihan.