Hyundai Motorstudio Senayan Park
Sustainable environment mampu menghadirkan berbagai keuntungan, khususnya bagi makhluk hidup. Tapi untuk mendapat lingkungan yang layak huni tak pernah mudah, terlebih dengan hadirnya sampah elektronik.
Saat kulkas, komputer, charger, monitor, atau TV sudah rusak, mayoritas alat elektronik hanya menjadi sampah. Padahal sampah elektronik harus ditangani secara berbeda karena mengandung komponen yang cukup berbahaya jika terekspos panas matahari.
Bisa dikatakan bahwa sampah elektronik merupakan ancaman bagi kesehatan dan lingkungan. Terlebih perkembangan elektronik masih berlanjut, jadi bisa dipastikan sampah elektronik akan terus muncul.
Sampah elektronik memang hanya 2% dibanding jenis sampah lain, tapi 70% sampah beracun berasal dari e waste. Elektronik dirangkai dengan mineral langka yang ada di bumi, dan mayoritas material penyusun komponen elektronika berbahaya.
Jadi, bagaimana cara menangani sampah elektronik?
Hanya karena produk elektronik sudah berumur, bukan berarti harus diganti baru. Bisa jadi hanya perlu upgrade satu atau dua komponen untuk bisa berfungsi kembali secara normal.
Cari informasi terkait produk tersebut lalu coba perbaiki, siapa tahu hanya perlu kabel baru. Beberapa produk elektronik seperti komputer hanya perlu upgrade software dan hardware untuk mengembalikan fungsinya, bahkan meningkatkannya.
Semisal satu komponen bermasalah, sebisa mungkin perbaiki sebelum beli yang baru. Jangan sungkan mencari tahu fungsi tiap komponen beserta kandungannya.
Produk rekondisi menawarkan harga lebih murah karena dibuat dengan material daur ulang, yang juga berperan penting dalam mengurangi sampah elektronik yang kini beredar.
Alat elektronik lama memang tak punya daya jual tinggi, tapi tetap bisa diuangkan alih-alih jadi sampah. Coba cek toko online lalu posting alat elektronik bekas yang mau dijual.
Triknya, langsung jual alat elektronik semisal sudah tak terpakai karena harga jualnya mungkin saja masih tinggi. Seperti yang sama-sama kita tahu, barang elektronik cepat mengalami penurunan harga.
Tak ada cara yang cepat menjual alat elektronik bekas, dan sayangnya, produk elektronik akan usang seiring waktu. Jadi kenapa tak menjualnya selagi masih dihargai tinggi?
Smartphone dan tablet termasuk dua contoh produk elektronik yang masih punya nilai meski sudah usang. Data menunjukkan bahwa rata-rata smartphone digunakan hanya 18 bulan lalu diganti.
Pada produk smartphone, beberapa vendor bahkan menawarkan program pengembalian atau upgrade dengan ponsel keluaran terbaru. Vendor laptop dan kamera kadang juga menawarkan program serupa.
Kemungkinan lain untuk menangani sampah elektronik yaitu donasi ke komunitas atau badan amal yang memfokuskan diri menangani produk elektronik bekas.
Selain ke komunitas atau badan amal, perangkat elektronik bisa didonasikan ke sekolah lokal, organisasi non-profit, atau individu yang memerlukan. Siapa tahu alat tersebut masih difungsikan untuk sekedar mencari informasi dan pengetahuan.
Tergantung dari skala komunitas tersebut, barang elektronik yang masih menyala lalu dikirim ke area tertentu yang memerlukan, sementara produk rusak dikirim ke fasilitas pemprosesan. Komponen yang masih berfungsi kemudian dijual untuk mendanai operasional.
Jadi, semisal ada benda elektronik yang sekiranya sudah tak diperlukan lagi, jangan sungkan untuk berdonasi. Pada beberapa maju, mendonasikan alat elektronik berguna untuk mengurangi pajak.
Singkatnya, donasikan ke individu jika perangkat elektronik masih berfungsi, atau berikan ke komunitas daur ulang jika memang sudah rusak.
Opsi lain yaitu dengan mendaur ulang sampah elektronik. Sayangnya, mendaur ulang sampah elektronik bukan merupakan aktivitas yang bisa dilakukan secara mandiri.
Pada komputer misalnya, tiap komponen elektronika harus dilepas dari papan sirkuit lalu diuji coba satu demi satu untuk mencari tahu mana yang masih hidup dan tidak. Ini jelas butuh pengetahuan mendalam terkait komponen elektronika yang berbahaya dan tidak.
Pada negara maju, produk elektronik bekas biasanya dikirim ke negara berkembang dengan dalih bantuan. Ujung-ujungnya, alat elektronik hanya bertahan beberapa hari sebelum menjadi sampah.
Yang menjadi persoalan, negara berkembang tak punya fasilitas daur ulang yang memadai. Padahal beberapa komponen elektronika kadang digolongkan ke dalam sampah B3.
Daur ulang sampah elektronik menjadi kian penting sekarang. Tak hanya karena potensi bahaya yang ditimbulkan, tapi juga karena volume sampah elektronik saat ini kian tak terkontrol.
Mineral langka yang bisa ditemukan pada alat elektronik termasuk emas, perak, palladium, indium, platinum, dan gallium. Secara khusus, elemen alam ini paling banyak ditemukan pada perangkat elektronik berbasis komunikasi.
Terdapat valuasi sekitar 21 miliar dolar atau lebih dari emas dan perak yang saat ini berada di tempat sampah yang terjebak dalam perangkat elektronik.
Meningkatnya jumlah produksi berarti butuh lebih banyak mineral sehingga peluang daur ulang sampah elektronik masih menjanjikan. Sampah elektronik daur ulang menyediakan elemen yang diperlukan untuk proses produksi.
Dengan memakai material daur ulang, kerusakan alam yang disebabkan proses ekstraksi mineral untuk keperluan bahan baku alat elektronik bisa dicegah.
Membeli produk yang tak diperlukan termasuk penyebab paling umum munculnya sampah elektronik. Untuk mengantisipasi, tanyakan pada diri sendiri apakah perangkat elektronik baru diperlukan?
Selain berhenti bersikap impulsif, coba rapikan semua perangkat elektronik termasuk kabel, charger, konektor, dan lainnya. Siapa tahu barang yang diperlukan ternyata sudah ada, hanya terselip di antara timbunan kabel.
Mayoritas produk elektronik mengandung komponen berbahaya di dalamnya, jadi sangat penting untuk memahami penanganannya saat produk mencapai batasnya.
Dengan merubah pola pikir, jumlah sampah elektronik bisa dikurangi secara signifikan. Tak membeli produk elektronik baru hanya merupakan langkah awal, sementara daur ulang merupakan langkah terakhir yang sebenarnya tak bisa menyelesaikan masalah sampah elektronik.